Pages

Selasa, 07 Juli 2009

EKSTRAKSI CUNAM

Sejarah penggunaan CUNAM:

Riwayat Cunam Obstetrik teramat panjang, sekitar tahun 1500 SM sudah terdapat tulisan bahasa sansekerta yang mengulas tentang alat ini.

Cunam Obstetrik modern yang digunakan untuk janin hidup diperkenalkan pertama kali oleh Peter Chemberlen (1600) dan setelah itu dikenal lebih dari 700 jenis cunam obstetrik.

William Smellie (1745) menjelaskan tentang rincian aplikasi cunam yang benar pada kepala janin dalam panggul.

Sir James Simpson (1845) mengembangkan jenis cunam obstetrik yang sesuai dengan lengkungan kepala dan lengkungan panggul.

Joseph DeLee (1920) membuat modifikasi dari cunam obstetrik dan menyarankan sebuah tindakan yang disebut sebagai “Prophylactic Forceps Delivery)

Pada praktek obstetrik modern, dimana sudah dikenal tranfusi darah dan berbagai macam antibiotika maka ekstraksi cunam sebagai alternatif persalinan pervaginam nampaknya semakin jarang digunakan dan digantikan dengan tindakan sectio caesar.

Pada tahun 1980, beberapa penelitian menunjukkan bahwa persalinan cunam tengah (“mid forceps delivery”) menimbulkan adanya efek samping jangka panjang. Faktor-faktor ini menyebabkan banyak ahli obstetri yang semakin enggan menggunakan persalinan ekstraksi cunam.

Bentuk Cunam Obstetrik:

Cunam Obstetrik terdiri dari sepasang sendok cunam yang masing-masing terdiri dari :

  • Daun
  • Tangkai (leher)
  • Kunci
  • Penahan
  • Pegangan (“handle”)

Pemasangan cunam sendok kiri dan kanan harus dikerjakan secara terpisah.

clip_image002

clip_image002[4]

Daun cunam :

  • Fenestrated ( berlubang)
  • Solid ( tidak berlubang)

Tangkai (leher ) cunam:

  • Terbuka (cunam Simpson)
  • Tertutup (cunam Kielland)

clip_image002[6]

INDIKASI TINDAKAN EKSTRAKSI CUNAM

Indikasi Ibu:

  • Penyakit jantung
  • Penyakit pulmonar
  • Infeksi intrauterin
  • Gangguan neurologik
  • Kelelahan ibu
  • Kala II memanjang
  • Mempersingkat kala II : pre eklampsia/eklampsia
  • Ruptura uteri iminen

Indikasi Anak:

- Gawat janin

- Prolapsus talipusat dengan kepala sudah didasar panggul

- After coming head

Persalinan ekstraksi cunam profilaksis seperti pada persalinan preterm tidak terbukti memberikan manfaat bagi perkembangan anak.

KONTRAINDIKASI TINDAKAN EKSTRAKSI CUNAM

  1. Terdapat kontra-indikasi terjadinya persalinan pervaginam.
  2. Pasien menolak tindakan ekstraksi cunam obstetrik.
  3. Dilatasi servik belum lengkap.
  4. Presentasi dan posisi kepala janin tidak dapat ditentukan dengan jelas.
  5. Kegagalan ekstraksi vakum.
  6. Fasilitas pemberian analgesia yang memadai tidak ada.
  7. Fasilitas peralatan dan tenaga pendukung yang tidak memadai.
  8. Operator tidak kompeten.

SYARAT TINDAKAN EKSTRAKSI CUNAM

  1. Tidak terdapat CPD dan janin diperkirakan dapat lahir pervaginam.
  2. Kepala sudah engage.

Pembentukan caput atau molase berlebihan sering menyulitkan penilaian derajat desensus kepala janin.

Kesalahan dalam menilai derajat desensus akan menyebabkan tindakan yang dianggap sebagai Ekstraksi Cunam Rendah sebenarnya adalah Ekstraksi Cunam Tengah.

  1. Presentasi belakang kepala atau letak muka dengan dagu didepan atau after coming head pada persalinan sungsang pervaginam.
  2. Posisi kepala janin dalam jalan lahir dapat diketahui dengan pasti.
  3. Dilatasi servik sudah lengkap.
  4. Kepala janin dapat dicekap dengan baik oleh daun cunam.
  5. Selaput ketuban sudah pecah.

Pemasangan cunam obstetrik yang dilakukan: melintang kepala dan melintang panggul.

Kriteria pemasangan cunam obstetrik yang IDEAL :

Yang dimaksud dengan “ideal” disini adalah pemasangan cunam dengan trauma pada ibu dan atau janin yang paling minimal, DIMANA :

  1. Sutura sagitalis tegak lurus dengan bidang yang melewati kedua tangkai cunam.
  2. Ubun-ubun kecil terletak 1 jari diatas bidang yang melewati tangkai cunam
  3. Kedua daun cunam teraba simetrik disamping kepala

KOMPLIKASI

Morbiditas Maternal:

Angka kejadian morbiditas persalinan dengan ekstraksi cunam harus dibandingkan dengan persalinan dengan setio caesar atau persalinan operatif pervaginam lain dan tidak dengan persalinan spontan pervaginam.

  • Carmon dkk (1995) : persalinan dengan cunam out-let elektif dengan rotasi tidak lebih dari 450 tidak menyebabkan peningkatan angka kejadian morbiditas maternal yang bermakna.
  • Hankins dan Rowe (1996) : cedera maternal meningkat bila rotasi lebih dari 450 dan pada station yang tinggi.
  • Sherman dkk ( 1993) : kebutuhan tranfusi darah pada ekstraksi cunam 4.2%, pada ekstraksi vakum 6.1% dan sectio caesar 1.4% .
  1. Laserasi jalan lahir:
    1. Robekan serrvik dapat terjadi bila dilatasi belum lengkap atau terjepit diantar daun cunam dengan kepala janin.
    2. Robekan vagina yang dapat mengenai vesica urinaria atau robekan vagina yang meluas kearah vertikal.
  2. Simfisiolisis.
  3. Perdarahan.
  4. Infeksi.
  5. Inkontinensia urinae dan inkontinensia recti.

Morbiditas Anak:

Persalinan operatif pervaginam khususnya yang dikerjakan pada panggul tengah cenderung meningkatkan kenaikan morbiditas neonatal:

  1. Nilai Apgar rendah.
  2. Cephal hematoma.
  3. Cedera pada daerah wajah .
  4. Erb paralysa.
  5. Fraktura klavikula.
  6. Kenaikan kadar bilirubin.
  7. Perdarahan retina.
  8. Morbiditas jangka panjang :

Gangguan IQ sebagai manifestasi dari morbiditas jangka panjang persalinan operatif pervaginam dan per abdominal merupakan bahan perdebatan panjang yang sulit untuk disimpulkan sampai saat ini.

“CUNAM PERCOBAAN ” dan “CUNAM GAGAL”

Bila sebuah persalinan operatif pervaginam diperkirakan menemui kesulitan maka tindakan tersebut dinamakan “ekstraksi cunam percobaan” .

Tindakan “ekstraksi cunam percobaan” dilakukan dengan kamar bedah yang telah dipersiapkan untuk sewaktu-waktu dapat digunakan melakukan tindakan SC manakala “ekstraksi cunam percobaan” tersebut menemui kegagalan.

Bila aplikasi daun cunam tidak dapat dilakukan dengan baik, maka persalinan dengan ekstraksi cunam dianggap gagal dan persalinan harus segera diakhiri dengan ekstraksi vakum atau sectio caesar.

Bila aplikasi dan cunam dapat dilakukan, namun pada traksi percobaan tidak diikuti dengan desensus kepala yang berarti maka persalinan cunam dianggap gagal (“failed forcep”) dan persalinan harus diakhiri dengan sectio caesar atau ekstraksi vakum).

Sumber Bacaan:

  1. American College Of Obstetrican and Gyncologists: Operative vaginal delivery. Practice Bulletin no 17, June 2000
  2. Arya LA et al : Risk of new-onset urinary incontinence after forcep and vacuum delivery in primiparous women. Am J Obstet Gynecol 185,1318, 2001
  3. Cunningham FG (editorial) : Forceps Delivery and Vacuum Extraction in “William Obstetrics” 22nd ed p 547 – 563 , Mc GrawHill Companies 2005
  4. Fitzpatrick M et al: Randomized clinical trial to asses anal sphincter function following forceps and vacuum assisted vaginal delivery. Br J Obstet Gynecol 110;424, 2003
  5. Gillstrap LC III: Forcep Delivery. In Gillstrap LC III, Cunningham FG, Van Dorsten JP(eds) : Operative Obstetrics 2nd ed. New York, Mc Graw-Hill, 2002
  6. Handa VL et al: Obstetrics anal sphincter lacerations. Obstet Gynecol 98: 225, 2001
  7. Johnson JH et al: Immediate maternal and neonatal effects of forceps and vacuum assisted delivery. Obstet Gynecol 103:513, 2004

0 komentar:

Posting Komentar