Pages

Sabtu, 20 Juni 2009

Unit 4 : Persalinan Kala II

PANDUAN PENDIDIKAN PERSIAPAN KLINIK

Unit 4 :

PERSALINAN KALA II



TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menyelesaikan modul PERSALINAN KALA II ini, mahasiswa memiliki kemampuan untuk :

  1. Melakukan identifikasi awal persalinan kala II
  2. Menentukan saat pasien meneran
  3. Berkomunikasi secara efektif dengan penderita saat persalinan
  4. Memanfaatkan upaya ibu saat meneran
  5. Melakukan observasi yang tepat pada persalinan kala II
  6. Menilai kemajuan persalinan kala II secara tepat
  7. Melakukan penatalaksanaan kala II memanjang
  8. Membuat diagnosis dan penatalaksanaan distosia bahu


4.1 TANDA KLINIS APA YANG MENANDAI AWAL DAN AKHIR KALA II?

Kala II diawali saat dilatasi servik lengkap dan diakhiri saat anak sudah lahir.

4.2 SEBUTKAN GEJALA DAN TANDA YANG MENUNJUKKAN BAHWA KALA II AKAN SEGERA DIMULAI !

Terjadi satu atau beberapa dari hal-hal berikut ini :

    • Frekuensi dan durasi his (kontraksi uterus) bertambah (his menjadi semakin sering dan semakin lama)
    • Pasien menjadi gelisah
    • Pasien kadang-kadang mengeluh mual dan muntah
    • Pasien merasakan keinginan kuat untuk meneran
    • Setiap kali terjadi his, perineum menonjol dan merang akibat terdorong kepala janin.

Ini merupakan saat yang tepat untuk melakukan palpasi abdomen dalam rangka menentukan derajat desensus bagian terendah janin dan dilanjutkan dengan pemeriksaan dalam (vaginal toucher)

4.3 APAKAH PARTURIEN HARUS SEGERA MENERAN SAAT DILATASI SUDAH LENGKAP?

Tidak. Pasien diminta untuk sedikit bersabar sampai perineum teregang oleh kepala anak dan ibu merasakan adanya keinginan kuat untuk meneran.

Kepala janin dikatakan sudah engage (masuk panggul) bila pada perabaan per limaan menunjukkan angka 1/5.


PASIEN DIMINTA UNTUK MENERAN SAAT KEPALA SUDAH MEREGANG PERINEUM DAN MERASAKAN ADANYA DORONGAN KUAT UNTUK MENERAN


4.4 APA YANG DIMAKSUD DENGAN ENGAGEMEN KEPALA DAN SAAT ITU BERAPA BAGIAN KEPALA JANIN YANG DAPAT DIRABA DIATAS PANGGUL?

Kepala janin dikatakan sudah engage bila diameter tranversal terbesar kepala (diameter biparetal) sudah melewati pintu atas panggul. Berdasarkan palpasi perlimaan, kepala disebut sudah engage bila hasil palpasi 2/5 atau kurang.

KEPALA JANIN SUDAH ENGAGE BILA BAGIAN KEPALA JANIN YANG TERABA DIATAS PANGGUL ADALAH 2/5 ATAU KURANG

Engagemen biasanya dimulai sebelum awal persalinan.

Pada awal persalinan, biasanya hasil palpasi adalah 5/5 dan saat dilatasi lengkap maka kepala janin tidak lagi dapat diraba (0/5).

4.5 APAKAH AWAL KALA II PADA PRIMIGRAVIDA BERBEDA DENGAN MULTIGRAVIDA?

Ya. Pada primigravida engagemen kepala seringkali terjadi sebelum awal persalinan. Namun pada multigravida, seringkali engagemen terjadi saat inpartu atau bahkan beberapa saat setelah dilatasi servik lengkap.

4.6 PADA PASIEN DENGAN DILATASI SERVIK SUDAH LENGKAP NAMUN KEPALA MASIH BELUM ENGAGE, BILAMANA TERJADINYA ENGAGEMEN DAPAT DITUNGGU SEBELUM PASIEN DIPERBOLEHKAN MENERAN?

  1. Bila tidak terdapat tanda – tanda gawat janin
  2. Bila tidak terdapat tanda – tanda disproporsi sepalo pelvik (CPD)

4.7 SAMPAI BERAPA LAMA ENGAGEMEN DAPAT DITUNGGU SETELAH DILATASI SERVIK LENGKAP?

  1. Bila tidak ada tanda-tanda gawat janin dan keadaan umum ibu menunjang maka penilaian ulang dilakukan 1 jam kemudian.
  2. Pada umumnya dalam waktu 1 jam sudah terjadi engagemen kepala dan diikuti oleh keinginan ibu untuk meneran.
  3. Bila setelah 1 jam kepala belum engage, bila kwalitas his adekwat maka diberikan kesempatan tambahan 1 jam kecuali bila keadaan ibu dan atau anak tidak menunjang atau ditemukan adanya tanda- tanda CPD
  4. Bila setelah ditunggu selama 2 jam dengan his adekwat masih belum juga terjadi engagemen dan ibu tidak ada keinginan untuk meneran maka harus dilakukan penilaian ulang untuk menentukan ada tidaknya kesempitan panggul – bayi besar atau kelainan posisi kepala.

4.8 BAGAIMANA POSISI IBU SAAT MELAHIRKAN?

  1. Posisi melahirkan umumnya adalah telentang (posisi dorsal) agar pengaturan persalinan mudah dilakukan. Namun posisi ini memiliki kerugian akibat kemungkinan adanya hipotensi postural. Masalah ini dapat dihindari dengan mengganjal salah satu bokong ibu dengan bantal lunak sehingga posisi pasien miring 150
  2. Posisi lateral (miring) dapat menghindarkan hipotensi postural dan memudahkan pengamatan vulva dan perineum. Posisi ini menyebabkan relaksasi otot panggul sehingga persalinan menjadi lebih mudah.
  3. Posisi vertikal (berdiri atau jongkok), posisi ini saat ini menjadi favorit. Parturien menduduki kedua tumit dan menyangga tubuh dengan kedua lengannya. Posisi ini memiliki keuntungan :
    1. Tenaga meneran menjadi semakin efektif
    2. Kala II menjadi lebih singkat
    3. Angka persalinan operatif pervaginam (assisted delivery) menjadi turun.
  4. Posisi semi-Fowler, pasien setengah duduk (miring 450) dan posisi ini adalah alternatif dari posisi vertikal. Posisi semi Fowler memudahkan aktivitas penolong maupun parturien.

4.9 BAGAIMANA CARA MENDAPATKAN KERJA SAMA YANG BAIK ANTARA PARTURIEN DAN PENOLONG PERSALINAN?

  1. Komunikasi antara pasien dan penolong persalinan serta semua staf kamar bersalin merupakan faktor penting. Rasa percaya satu sama lain harus dikembangkan sejak kala I (atau bahkan saat perawatan antenatal) dan berlanjut sampai persalinan berakhir dan kala IV.
  2. Parturien harus mengetahui apa yang seharusnya dia lakukan agar persalinan berlangsung dengan baik. Penolong persalinan harus senantiasa memberikan dukungan dan semangat agar parturien mampu bekerja sama dengan baik. Kerjasama dan upaya meneran yang optimal dari ibu patut mendapatkan apresiasi dari penolong persalinan.

4.10 BAGAIMANA MENGUSAHAKAN AGAR PARTURIEN MAMPU MENERAN SECARA EFEKTIF?

  1. Pada persalinan kala II parturien harus aktif untuk mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu kontraksi otot rahim. Semakin efektif usaha meneran ibu semakin pendek kala II berlangsung.
  2. Penolong persalinan harus menjelaskan kapan parturien harus meneran (yaitu saat kontraksi uterus mencapai puncaknya)
  3. Diluar his, parturien hendaknya mengambil nafas dalam-dalam dan beristirahat untuk mengumpulkan tenaga.
  4. Pada puncak his, pasien diminta mengambil nafas dalam-dalam dan dengan menempelkan dagu kedadanya dia mengerahkan tenaganya untuk meneran seperti yang dilakukan saat BAB. Aktivitas meneran akan semakin efektif dan mudah dilakukan bila kedua tungkai diletakkan pada penyangga.
  5. Usaha meneran dilakukan selama mungkin.
  6. Bila pasien ingin bernafas saat meneran maka hal tersebut harus dilakukannya dengan cepat dan kemudian menahan nafas dan kembali meneran.
  7. Pada mutigravida, kadang-kadang parturien harus lebih sering mengambil nafas untuk mencegah berlangsungnya persalinan kepala yang terlampau cepat.

KOMUNIKASI YANG BAIK ANTARA PARTURIEN DENGAN PENOLONG PERSALINAN MERUPAKAN FAKTOR PENTING DALAM PERSALINAN.

4.11 APA YANG HARUS DIAMATI SELAMA KALA II?

Bila kepala masih beum engage dan diputuskan untuk menunggu proses engagemen, maka semua jenis pengamatan pada kala I harus dilanjutkan.

Bila kepala sudah engagemen dan pasien diminta untuk meneran maka observasi berikut harus dilakukan :

    • Dengarkan DJJ diluar His dan tentukan nilai dasar DJJ
    • Dengarkan DJJ segera setelah His. Bila frekuensinya masih sama dengan nilai dasar maka dapat dipastikan bahwa janin dalam keadaan baik. Tetapi bila frekuensi DJJ menurun pada akhir His dan angka tersebut bertahan lebih dari 30 detik sebelum kembali ke nilai dasar (terjadi deselerasi lambat) maka persalinan harus segera diakhiri oleh karena sudah terjadi gawat janin.
    • Observasi frekuensi dan durasi His
    • Perhatikan apakah tidak terjadi perdarahan per vaginam
    • Catat kemajuan proses persalinan.

4.12 BAGAIMANAKAH PENATALAKSANAAN GAWAT JANIN PADA KALA II?

  1. Bila kepala sudah didasar panggul (perineum teregang), lakukan episiotomisaat pasien meneran sehingga janin dapat lahir pada His dan usaha meneran berikutnya.
  2. Bila kepala belum meregang perineum dan nampaknya janin belum dapat lahir dengan 1 – 2 kali meneran, maka dapat dipertimbangkan untuk mempercepat kala II dengan persalinan operatif pervaginam (ekstraksi vakum atau ekstraksi cunam) bila tidak terdapat CPD.

4.13 BAGAIMANA CARA MENGAMATI KEMAJUAN PERSALINAN KALA II ?

Pada tiap His dan kegiatan meneran harus terjadi kemajuan dalam proses desensus kepala janin

4.14 APA YANG HARUS DILAKUKAN BILA TIDAK TERJADI DESENSUS?

  1. Bila dalam waktu 10 menit terjadi his 2 kali atau lebih dan masing-masing berlangsung sekitar 40 detik dan setelah 4 kali usaha meneran tidak terjadi kemajuan desensus maka harus dipertimbangkan kemungkinan mempercepat kala II
  2. Pada primigravida dengan His tidak adekwat dan tidak terdapat tanda-tanda CPD (derajat molase 2+ atau kurang), maka dapat dipertimbangkan pemberian oksitosin untuk memperkuat His.
  3. Bila tidak ada kemajuan proses desensus dan terdapat tanda CPD (derajat molase 3+) maka pasien diminta tidak meneran lebih lanjut dan mengambil nafas saat His. Penderita dipersiapkan untuk persalinan SC.

DENGAN KONTRAKSI UTERUS DAN USAHA MENERAN YANG BAIK AKAN TERJADI PROSES DESENSUS BAGIAN TERENDAH JANIN

4.15 BAGAIMANA PENATALAKSANAAN PERSALINAN KALA II?

Penolong persalinan harus siap menghadapi komplikasi yang mungkin terjadi. Peralatan harus tersedia dan siap pakai. Obat-obatan yang dibutuhkan harus sudah disiapkan.

  1. Kosongkan kandung kemih
  2. Menyangga perineum. Perineum dilapisi dengan kain bersih untuk mencegah kontaminasi dari anus kevulva dan muka janin. Perineum disangga dengan tangan yang beralas kain bersih (perasat Ritgen) dengan maksud :
    • Mempertahankan fleksi kepala janin sehingga bagian kepala janin yang melewati jalan lahir adalah diameter terkecil kepala. Ini dilakukan dengan memberikan tekanan ringan pada perineum diatas anus
  3. CROWNING : Pada saat crowning (diameter kepala janin yang terlihat berukuran sekitar 5 cm ), vagina akan mengalami regangan dan ini merupakan saat yang baik untuk melakukan episiotomi. Penolong persalinan meletakkan tangan kirinya pada vertex untuk mempertahankan posisi fleksi dan mencegah persalinan kepala yang terlalu cepat. Tangan kanan diletakkan pada perineum untuk membantu ekstensi kepala. Perlu diperhatikan, pada maneuver ini kepala janin bukan didorong masuk.
  4. MERABA TALIPUSAT : Setelah kepala lahir, diperiksa kemungkinan adanya lilitan talipusat. Bila ada, lepaskan lilitan melalui bagian atas kepala janin dan bila lilitan terlalu erat lakukan pemotongan talipusat diantara dua klem.
  5. MELAHIRKAN BAHU DAN TUBUH JANIN : Kedua sisi kepala janin dicekap dengan kedua telapak tangan dan dengan traksi curam bawah bahu depan anak dilahirkan dibawah simfisis pubis dan dengan elevasi keatas bahu belakang lahir didepan perineum. Sisa tubuh janin dilahirkan dengan mengikuti lengkungan panggul dan bukan sekedar menarik keluar dari vagina.

4.16 EPISIOTOMI DALAM OBSTETRI MODERN

Episiotomi tidak dilakukan secara rutin pada primigravida namun berdasarkan indikasi :

  1. Percepatan kala II :
    1. Gawat janin pada kala II
    2. Ibu sangat lelah
    3. Kala II memanjang
    4. Ibu dilarang meneran ( payah jantung, preeklampsia berat)
  2. Persalinan preterm ; Persalinan sungsang atau persalinan buatan dengan ekstraksi cunam / ekstraksi vakum
  3. Persalinan dengan resiko ruptura perinei totalis:
    1. Perineum tipis dan sangat teregang
    2. Riwayat mengalami ruptura perinei totalis pada persalinan yang lalu
    3. Riwayat pasca reparasi rektokel

4.17 APAKAH ROBEKAN JALAN LAHIR DERAJAT DUA SEMBUH LEBIH CEPAT DAN MEMILIKI KOMPLIKASI YANG LEBIH SEDIKIT LEBIH DIBANDINGKAN EPISIOTOMI?

EPISIOTOMI HANYA BOLEH DILAKUKAN ATAS DASAR INDIKASI

Ya. Robekan jalan lahir tingkat dua lebih mudah diperbaiki dan sembuh lebih cepat serta dengan komplikasi yang lebih ringan dibandingkan episiotomi. Episiotomi tidak dilakukan secara rutin pada primigravida.

4.18 JENIS EPISIOTOMI APA YANG SEBAIKNYA DIKERJAKAN?

Umumnya adalah episiotomi mediolateral mengingat bahwa jenis episiotomi ini jarang menyebabkan ruptura perinei totalis meskipun jenis ini lebih sulit diperbaiki dan reposisi anatomis lebih sulit dicapai dibandingkan episiotomi medial.

image

Gambar : Episiotomi mediolateral kanan

image

Gambar : Episotomi medial

4.19 APA YANG DIMAKSUD DENGAN KALA II MEMANJANG?

Pada primigravida : 2 jam dan pada multigravida 1 jam ( tidak menggunakan anaesthesi)

4.20 BAGAIMANA PENATALAKSANAAN KALA II MEMANJANG (PROLONGED SECOND STAGE) ?

Penolong persalinan harus melakukan penilaian ulang. Bila fasilitas tersedia, kepala sudah didasar panggul (desensus 1/5) dan tidak ada indikasi CPD maka dilakukan persalinan berbantu (ekstraksi vakum/cunam). Bila diperkirakan terdapat indikasi CPD maka diputuskan untuk melakukan tindakan SC.

PERSALINAN KALA II MEMANJANG ADALAH KOMPLIKASI PERSALINAN BERAT DAN MEMERLUKAN PENATALAKSANAAN YANG CEPAT DAN TEPAT

Bila fasilitas tidak tersedia maka parturien harus dirujuk ke RS yang memiliki fasilitas lengkap.

4.21 BAGAIMANA CARA MERUJUK PASIEN DENGAN KALA II MEMANJANG?

  1. Pasien berbaring sedikit miring dan dilarang meneran bila ada His. Bila ada keinginan meneran, sebaiknya pasien mengambil nafas dalam
  2. Pasang infus dan bila tidak ada kontraindikasi berikan tokolitik (bricasma ampul) atau 3 tablet nifedipine 10 mg peroral.
  3. Bila terdapat gawat janin, berikan oksigen dalam sungkup dengan kecepatan 5LO2 /menit.

4.22 FAKTOR APA YANG DITEMUKAN PADA PERIODE ANTENATAL YANG MENEMPATKAN PENDERITA PADA RESIKO TINGGI MENGALAMI PEMANJANGAN KALA II?

  1. Faktor-faktor yang mengarah pada dugaan terdapat bayi besar :
    1. Jarak FU sampai tepi atas simfisis lebih dari 90 persentil tanpa disertai tanda dugaan hidramnion atau kehamilan kembar
    2. Gangguan OGTT atau DM
    3. Berat badan pasien lebih dari 85 kg
    4. Pasien dengan riwayat melahirkan bayi lebih dari 4 kg.
  2. 2. Faktor – faktor pada kala I :
    1. TBJ lebih dari 4 kg
    2. Kemajuan persalinan buruk
    3. Setelah mencapai dilatasi servik 7 – 8 cm, His menjadi lemah dan tidak ada kemajuan persalinan.

GANGGUAN KEMAJUAN PERSALINAN KALA I SERING DIIKUTI DENGAN KALA II MEMANJANG

4.23 PADA KEADAAN APA ANDA HARUS SEGERA MEMBERSIHKAN JALAN NAFAS ANAK SAAT PERSALINAN?

  1. BILA AIR KETUBAN BERCAMPUR MEKONIUM : Segera setelah kepala anak lahir, proses persalinan dihentikan dan segera bersihkan mulut dan hidung anak. Bersihkan mulut lebih dulu dan kemudian bersihkan hidung. Lahirkan bahu anak setelah mulut dan hidung bersih.
  2. BILA AIR KETUBAN JERNIH : Tindakan diatas tidak perlu dilakukan. Setelah seluruh tubuh anak lahir dan anak segera bernafas tindakan membersihkan jalan nafas tidak perlu dilakukan.

4.24 PASIEN YANG BAGAIMANA YANG MEMILIKI RESIKO MENGALAMI DISTOSIA BAHU?

Pasien resiko tinggi mengalami pemanjangan kala II seperti yang dibahas pada no 22.

4.25 APA GEJALA DAN TANDA TERJADINYA PERISTIWA DISTOSIA BAHU?

  1. Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar yang normal.
  2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.
  3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil melahirkan bahu.

4.26 BAGAIMANA PENATALAKSANAAN DISTOSIA BAHU?

Langkah-langkah berikut dilakukan secara bertahap :

  1. Beritahu parturien bahwa terjadi komplikasi yang gawat dan diperlukan kerja sama lebih lanjut.
  2. Geser posisi pasien sehingga bokong berada dipinggir tempat persalinan sedemikian sehingga memudahkan traksi curam bahwa kepala anak.
  3. Lakukan fleksi maksimal pada sendi paha dan sendi lutut kedua tungkai parturien sedemikian rupa sehingga lutut hampir menempel pada bahu. Penolong persalinan menahan kepala anak dan pada saat yang sama seorang asisten memberikan tekanan diatas simfisis.
  4. Tekanan suprapubik ini dimaksudkan untuk membebaskan bahu depan dari tepi bawah simfsis pubis. Parturien diminta untuk meneran sekuat tenaga saat penolong persalinan berusaha untuk melahirkan bahu.

**** ini adalah serangkaian tindakan maneuver Mc Robert.

image Gambar : Maneuver Mc Robert menyebabkan rongga panggul menjadi lebih luas

5. Bila prosedur diatas tidak membawa hasil maka LAHIRKAN BAHU BELAKANG:

  1. Masukkan telapak tangan kanan kejalan lahir diantara bahu belakang dan dinding belakang vagina. Ruangan sacrum cukup luas untuk meneuver ini
  2. Telusuri bahu sampai mencapai siku. Lakukan gerakan fleksi pada sendi siku dan lahirkan lengan belakang melalui bagian depan dada. Dengan lahirnya lengan belakang ini maka bahu belakang anak juga lahir.
  3. Bahu depan dilahirkan lebih lanjut dengan melakukan traksi curam bawah kepala (traksi ke posterior)
  4. Bila bahu depan masih belum dapat dilahirkan maka tubuh anak harus dirotasi 1800 .Saat melakukan gerakan rotasi tersebut, tubuh anak dicekap. Arah putaran sesuai dengan bahu yang sudah dilahirkan (putar tubuh anak mengikuti bagian bahu yang sudah dilahirkan). Bahu yang terperangkap dapat dibebaskan dengan memasukkan tangan ke bagian posterior seperti 3 hal yang sudah dijelaskan diatas

image

melahirkan bahu belakang

Usaha melahirkan bahu jangan dilakukan dengan kepanikan. Bila prosedur ini dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 5 menit maka diperkirakan tidak akan terjadi cedera pada otak anak. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah fraktura klavikula – fraktura humerus – Erb’s paralysa (paralisa pleksus brachialis. Jangan buang-buang waktu dengan melakukan menuver yang tidak efektif.

image


DISTOSIA BAHU ADALAH KOMPLIKASI GAWAT YANG MEMERLUKAN PENANGANAN YANG CEPAT – TEPAT DAN TERENCANA SECARA JELAS



PROBLEMA KASUS

KASUS 1

Parturien multipara inpartu sejak jam 18.00. Palpasi abdomen menunjukkan desensus pada

3/5 dan dilatasi servik 7 cm.

Pada pemeriksaan ulangan pukul 21.00 menunjukkan bahwa dilatasi servik sdah lengkap akan

tetapi saat itu kepala anak masih belum engage. Dilakukan persiapan untuk segera memimpin

persalinan dan parturien diminta untuk meneran sekuat tenaga saat His.

1. Setujukah anda bila saat itu parturien diminta untuk segera meneran oleh karena dilatasi servik sudah lengkap?

Tidak. Pasien diminta meneran hanya bila engagemen kepala sudah sempurna dan kepala sudah berada didasar panggul.

2. Apa gejala dan tanda yang menunjukkan bahwa pasien harus segera meneran?

Pasien merasakan adanya keinginan kuat untuk segera meneran. Selain itu, pada palpasi abdomen kepala sudah engage dengan sempurna dan saat meneran, kepala anak dapat meregang perineum.

3. Bila palpasi abdomen tidak menunjukkan bahwa kepala sudah engage sempurna, hal lain apa yang harus diperhatikan sebelum meminta pasien meneran?

Tidak terjadi gawat janin. Pastikan tidak ada deselerasi lambat.

Tidak terdapat CPD (molase kurang dari 2+)

4. Berapa lama waktu yang tersedia secara aman untuk menanti sampai terjadinya engagemen?

Penilaian ulang dilakukan 1 jam kemudian. Bila masih belum juga terjadi engage anda boleh menambahkan waktu 1 jam lagi dengan catatan tidak terdapat tanda-tanda CPD

5. Apakah anda diperkenankan untuk melakukan penatalaksanaan tersebut diatas pada primigravida ?

Pada primigravida, saat dilatasi servik lengkap biasanya kepala sudah engage oleh karena itu kemungkinan adanya CPD pada primigravida yang kepala janin masih belum engage saat dilatasi servik lengkap lebih besar.


KASUS 2

Parturien dengan kemajuan persalinan kala I berlangsung normal sampai dengan dilatasi servik 7cm dan selanjutnya mencapai pembukaan servik lengkap setelah 5 jam. Pada pemeriksaan terakhir memperlihatkan desensus masih 3/5 dan molase 3+. Persiapan persalinan kala II sudah dilakukan dan parturien diminta untuk

meneran saat His mencapai puncaknya.

1. Kemungkinan komplikasi persalinan yang dapat terjadi dengan memperhatikan kemajuan persalinan kala I?

Pemanjangan persalinan kala II ( pada persalinan kala I, setelah dilatasi 7 cm nampaknya terjadi penurunan kecepatan dilatasi servik)

2. Apa penyebab pemanjangan kala II tersebut ?

CPD seperti yang terlihat dari hasil pemeriksaan molase 3+

3. Apakah anda sependapat bila pasien diminta untuk segera meneran setelah dilatasi servik lengkap?

Tidak. Mengingat adanya kemungkinan CPD maka sebaiknya dilakukan SC.

4. Apa yang harus saudara lakukan bila keadaan ini terjadi di Rumah Bersalin?

Parturien harus diujuk ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap.

5. Bagaimana saudara mengatur rujukan akan akan saudara lakukan dengan baik ?

  • Pasien dibaringkan secara miring dan dipasang cairan infus.
  • Bila tidak ada kontraindikasi, berikan tokolitik untuk menghentikan His (Bricasma atau Adalat)
  • Bila terjadi gawat janin, berikan oksigen dalam sungkup


KASUS 3

Proses persalinan kala II pada parturien primigravida masih belum terselesaikan

setelah 60 menit. Palpasi abdomen 0/5 dan kepala sudah didasar panggul .

1. Apakah anda setuju dengan diagnosis kala II memanjang (prolonged second Stage) ?

  • Tergantung pada fakta apakah selama 60 menit parturien dipimpin dengan baik dan dia mampu meneran dengan baik dan benar
  • Bila pimpinan sudah dilakukan dengan baik dan parturien sudah meneran dengan baik dan benar maka diagnosa situasi diatas adalah kala II memanjang

2. Apa yang harus saudara lakukan bila memang selama 60 menit pasien sudah meneran dengan baik ?

  • Lakukan episiotomi
  • Bila setelah meneran beberapa kali persalinan kala II belum selesai, pertimbangkan percepatan kala II (ekstraksi vakum/cunam)

3. Apakah episiotomi merupakan tindakan rutin pada semua primigravida?

Tidak. Episiotomi hanya dikerjakan atas dasar indikasi

4. Apa yang harus dilakukan bila pemanjangan kala II disebabkan oleh kurang kerja sama antara penolong persalinan – parturien dan usaha meneran yang tidak efektif?

Komunikasi penolong persalinan – parturien harus dikembangkan sejak persalinan kala I untuk membina kepercayaan parturien. Parturien harus mengetahui dengan jelas apa yang harus dia lakukan. Parturien harus senantiasa memperoleh dukungan dan semangat serta penghargaan atas kerja sama yang diperlihatkannya.


KASUS 4

Pasien multigravida dengan berat tubuh 110 kg inpartu dan kemajuan proses persalinan berlangsung sampai dilatasi servik lengkap. Setelah 30 menit meneran terjadi kesulitan persalinan kepala. Kepala masuk tertarik kembali dan tidak terjadi putar paksi luar.

1. Komplikasi persalinan kala II apa yang terjadi pada kasus ini?

Distosia bahu.

2. Pada kasus ini , bagaimana komplikasi ini dapat diramalkan akan terjadi?

Pasien dengan berat badan 110 kg.

3. Bagaimana penatalaksanaan kasus ini lebih lanjut ?

Geser parturien dan letakkan bokong ke pinggir tempat tidur persalinan (atau lepaskan bagian ujung tempat persalinan) sedemikian rupa sehingga traksi kepala janin mudah dilakukan. Lakukan maneuver Mc Robert

4. Apa yang harus saudara lakukan bila cara diatas tidak berhasil mengatasi keadaan dan kepala masih belum dapat dilahirkan?

Lakukan persalinan bahu belakang.

Review oleh dr.Bambang Widjanarko,SpOG


0 komentar:

Posting Komentar